Sejarah berdirinya Prana Sakti Indonesia

Seni beladiri Prana Sakti merupakan ilmu beladiri dengan tenaga dalam warisan leluhur bangsa Indonesia.

Sepak terjang Prana Sakti Cabang Pantura

Berdirinya Prana Sakti cabang pantura merupakan...

Susunan pengurus cabang Pantura

Susunan pengurus Prana Sakti cabang Pantura yang telah di sahkan oleh pusat.

Daftar Prana Sakti cabang

Daftar nama lokasi Prana Sakti cabang.

Apa itu syahadat

Kalimat syahadat merupakan kalimat sebuat pengakuan seorang manusia terhadap kesaksian adanya Allah dan Rasul-Nya.

Rabu, 26 Agustus 2015

﴾بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحيمِ َ﴿
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
﴿ كهٰيٰعص َ﴾
1. Kâf Hâ Yâ ‘Aîn Shâd.
﴿ ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا َ﴾
2. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria,
﴿ إِذْ نادى‏ رَبَّهُ نِداءً خَفِيًّا َ﴾
3. tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
﴿ قالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَ اشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْباً وَلَمْ أَكُنْ بِدُعائِكَ رَبِّ شَقِيًّا َ﴾
4. Ia berkata, “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.
﴿ وَ إِنِّي خِفْتُ الْمَوالِيَ مِنْ وَرائي‏ وَ كانَتِ امْرَأَتي‏ عاقِراً فَهَبْ لي‏ مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا َ﴾
5. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap keluargaku sepeninggalku (jangan-jangan mereka tidak mampu memelihara agama-Mu), sedang istriku adalah seorang yang mandul. Maka anugerahkanlah kepadaku dari sisi-Mu seorang pengganti,
﴿ يَرِثُني‏ وَ يَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَ اجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا َ﴾
6. yang akan mewarisiku dan mewarisi keluarga Ya‘qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhan-ku, seorang yang diridai.”
﴿ يا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلامٍ اسْمُهُ يَحْيى‏ لَمْ نَجْعَلْ لَهُ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا َ﴾
7. Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang bernama Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang senama dengannya.
﴿ قالَ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لي‏ غُلامٌ وَ كانَتِ امْرَأَتي‏ عاقِراً وَ قَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا َ﴾
8. Zakaria berkata, “Ya Tuhan-ku, bagaimana mungkin aku akan memiliki seorang anak, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua?”
﴿ قالَ كَذلِكَ قالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَ قَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَ لَمْ تَكُ شَيْئاً َ﴾
9. Tuhan berfirman, “Demikianlah adanya. Tuhan-mu berfirman, ‘Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya Aku telah menciptakanmu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.’”
﴿ قالَ رَبِّ اجْعَلْ لي‏ آيَةً قالَ آيَتُكَ أَلاَّ تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَ لَيالٍ سَوِيًّا َ﴾
10. Zakaria berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” Tuhan berfirman, “Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal lidahmu sehat.”
﴿ فَخَرَجَ عَلى‏ قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرابِ فَأَوْحى‏ إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَ عَشِيًّا َ﴾
11. Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia berkata kepada mereka dengan memberi isyarat, “(Demi mensyukuri nikmat ini) hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.”
﴿ يا يَحْيى‏ خُذِ الْكِتابَ بِقُوَّةٍ وَ آتَيْناهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا َ﴾
12. Hai Yahya, ambillah al-Kitab itu dengan kuat dan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) selagi ia masih kanak-kanak,
﴿ وَ حَناناً مِنْ لَدُنَّا وَ زَكاةً وَ كانَ تَقِيًّا َ﴾
13. dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (hati). Dan ia adalah seorang yang bertakwa,
﴿ وَ بَرًّا بِوالِدَيْهِ وَلَمْ يَكُنْ جَبَّاراً عَصِيًّا َ﴾
14. dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka.
﴿ وَ سَلامٌ عَلَيْهِ يَوْمَ وُلِدَ وَ يَوْمَ يَمُوتُ وَ يَوْمَ يُبْعَثُ حَيًّا َ﴾
15. Kesejahteraan atas dia pada hari ia dilahirkan, dan pada hari ia meninggal, dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.
﴿ وَ اذْكُرْ فِي الْكِتابِ مَرْيَمَ إِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِها مَكاناً شَرْقِيًّا َ﴾
16. Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Qur’an pada saat ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur (Baitul Maqdis).
﴿ فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجاباً فَأَرْسَلْنا إِلَيْها رُوحَنا فَتَمَثَّلَ لَها بَشَراً سَوِيًّا َ﴾
17. Maka ia membentangkan tabir antara dirinya dan mereka (sehingga tempat menyepi itu siap untuk digunakan sebagai tempat ibadah); lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, lalu ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.
﴿ قالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمٰنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا َ﴾
18. Maryam berkata, “Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, jika kamu seorang yang bertakwa.”
﴿ قالَ إِنَّما أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلاماً زَكِيًّا َ﴾
19. Ia (Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.”
﴿ قالَتْ أَنَّى يَكُونُ لي‏ غُلامٌ وَلَمْ يَمْسَسْني‏ بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا َ﴾
20. Maryam berkata, “Bagaimana mungkin aku akan memiliki seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!”
﴿ قالَ كَذلِكِ قالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَ لِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَ رَحْمَةً مِنَّا وَ كانَ أَمْراً مَقْضِيًّا َ﴾
21. Jibril berkata, “Demikianlah adanya. Tuhan-mu berfirman, “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.’”
﴿ فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكاناً قَصِيًّا َ﴾
22. Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.
﴿ فَأَجاءَهَا الْمَخاضُ إِلى‏ جِذْعِ النَّخْلَةِ قالَتْ يا لَيْتَني‏ مِتُّ قَبْلَ هذا وَ كُنْتُ نَسْياً مَنْسِيًّا َ﴾
23. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. Ia berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.”
﴿ فَناداها مِنْ تَحْتِها أَلاَّ تَحْزَني‏ قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا َ﴾
24. Maka Jibril menyerunya dari bawah kakinya, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawah kakimu.
﴿ وَ هُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُساقِطْ عَلَيْكِ رُطَباً جَنِيًّا َ﴾
25. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.
﴿ فَكُلي‏ وَ اشْرَبي‏ وَ قَرِّي عَيْناً فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَداً فَقُولي‏ إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْماً فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا َ﴾
26. Maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.’”
﴿ فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَها تَحْمِلُهُ قالُوا يا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئاً فَرِيًّا َ﴾
27. Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.
﴿ يا أُخْتَ هارُونَ ما كانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَما كانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا َ﴾
28. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.”
﴿ فَأَشارَتْ إِلَيْهِ قالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا َ﴾
29. Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam buaian?”
﴿ قالَ إِنِّي عَبْدُ اللهِ آتانِيَ الْكِتابَ وَ جَعَلَني‏ نَبِيًّا َ﴾
30. Isa berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.
﴿ وَ جَعَلَني‏ مُبارَكاً أَيْنَ ما كُنْتُ وَ أَوْصاني‏ بِالصَّلاةِ وَ الزَّكاةِ ما دُمْتُ حَيًّا َ﴾
31. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
﴿ وَ بَرًّا بِوالِدَتي‏ وَلَمْ يَجْعَلْني‏ جَبَّاراً شَقِيًّا َ﴾
32. dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
﴿ وَ السَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَ يَوْمَ أَمُوتُ وَ يَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا َ﴾
33. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
﴿ ذلِكَ عيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذي فيهِ يَمْتَرُونَ َ﴾
34. Itulah Isa putra Maryam; perkataan benar yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya.
﴿ ما كانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحانَهُ إِذا قَضى‏ أَمْراً فَإِنَّما يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ َ﴾
35. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah”, maka jadilah ia.
﴿ وَ إِنَّ اللهَ رَبِّي وَ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هذا صِراطٌ مُسْتَقيمٌ َ﴾
36. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan-ku dan Tuhan-mu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus.
﴿ فَاخْتَلَفَ الْأَحْزابُ مِنْ بَيْنِهِمْ فَوَيْلٌ لِلَّذينَ كَفَرُوا مِنْ مَشْهَدِ يَوْمٍ عَظيمٍ َ﴾
37. Tetapi (sepeninggal dia) berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara para pengikutnya. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar.
﴿ أَسْمِعْ بِهِمْ وَ أَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنا لكِنِ الظَّالِمُونَ الْيَوْمَ في‏ ضَلالٍ مُبينٍ َ﴾
38. Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami. Tetapi orang-orang yang zalim pada hari ini (di dunia) berada dalam kesesatan yang nyata.
﴿ وَ أَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَ هُمْ في‏ غَفْلَةٍ وَ هُمْ لا يُؤْمِنُونَ َ﴾
39. Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.
﴿ إِنَّا نَحْنُ نَرِثُ الْأَرْضَ وَمَنْ عَلَيْها وَ إِلَيْنا يُرْجَعُونَ َ﴾
40. Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kami-lah mereka dikembalikan.
﴿ وَ اذْكُرْ فِي الْكِتابِ إِبْراهيمَ إِنَّهُ كانَ صِدِّيقاً نَبِيًّا َ﴾
41. Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat jujur lagi seorang nabi.
﴿ إِذْ قالَ لِأَبيهِ يا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مالا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْني‏ عَنْكَ شَيْئاً َ﴾
42. Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya, “Hai ayahku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?
﴿ يا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جاءَني‏ مِنَ الْعِلْمِ مالَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْني‏ أَهْدِكَ صِراطاً سَوِيًّا َ﴾
43. Hai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.
﴿ يا أَبَتِ لا تَعْبُدِ الشَّيْطانَ إِنَّ الشَّيْطانَ كانَ لِلرَّحْمٰنِ عَصِيًّا َ﴾
44. Hai ayahku, janganlah kamu menyembah setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
﴿ يا أَبَتِ إِنِّي أَخافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذابٌ مِنَ الرَّحْمٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطانِ وَلِيًّا َ﴾
45. Hai ayahku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih, maka kamu menjadi kawan bagi setan.”
﴿ قالَ أَراغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتي‏ يا إِبْراهيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَ اهْجُرْني‏ مَلِيًّا َ﴾
46. Ayahnya berkata, “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.”
﴿ قالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كانَ بي‏ حَفِيًّا َ﴾
47. Ibrahim berkata, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu. Aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.
﴿ وَ أَعْتَزِلُكُمْ وَما تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللهِ وَ أَدْعُوا رَبِّي عَسى‏ أَلاَّ أَكُونَ بِدُعاءِ رَبِّي شَقِيًّا َ﴾
48. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhan-ku, mudah-mudahan dengan berdoa kepada Tuhanku aku tidak akan kembali dengan tangan hampa.”
﴿ فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَما يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ وَهَبْنا لَهُ إِسْحاقَ وَ يَعْقُوبَ وَ كُلاًّ جَعَلْنا نَبِيًّا َ﴾
49. Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya‘qub. Dan masing-masing mereka Kami angkat menjadi nabi.
﴿ وَ وَهَبْنا لَهُمْ مِنْ رَحْمَتِنا وَ جَعَلْنا لَهُمْ لِسانَ صِدْقٍ عَلِيًّا َ﴾
50. Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan untuk mereka nama yang baik lagi kedudukan yang tinggi.
﴿ وَ اذْكُرْ فِي الْكِتابِ مُوسى‏ إِنَّهُ كانَ مُخْلَصاً وَ كانَ رَسُولاً نَبِيًّا َ﴾
51. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Musa di dalam al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang terpilih dan seorang rasul dan nabi.
﴿ وَ نادَيْناهُ مِنْ جانِبِ الطُّورِ الْأَيْمَنِ وَ قَرَّبْناهُ نَجِيًّا َ﴾
52. Dan Kami telah memanggilnya dari sebelah kanan gunung Thur dan Kami telah mendekatkannya kepada Kami di waktu dia munajat (kepada Kami).
﴿ وَ وَهَبْنا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنا أَخاهُ هارُونَ نَبِيًّا َ﴾
53. Dan Kami telah menganugerahkan kepadanya sebagian rahmat Kami, yaitu saudaranya, Harun menjadi seorang nabi.
﴿ وَ اذْكُرْ فِي الْكِتابِ إِسْماعيلَ إِنَّهُ كانَ صادِقَ الْوَعْدِ وَ كانَ رَسُولاً نَبِيًّا َ﴾
54. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail di dalam Al-Qur’an ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.
﴿ وَ كانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلاةِ وَ الزَّكاةِ وَ كانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا َ﴾
55. Dan ia senantiasa menyuruh keluarganya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridai di sisi Tuhan-nya.
﴿ وَ اذْكُرْ فِي الْكِتابِ إِدْريسَ إِنَّهُ كانَ صِدِّيقاً نَبِيًّا َ﴾
56. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka kisah) Idris di dalam Al-Qur’an ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat jujur dan seorang nabi.
﴿ وَ رَفَعْناهُ مَكاناً عَلِيًّا َ﴾
57. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.
﴿ أُولئِكَ الَّذينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ آدَمَ وَ مِمَّنْ حَمَلْنا مَعَ نُوحٍ وَ مِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْراهيمَ وَ إِسْرائيلَ وَ مِمَّنْ هَدَيْنا وَ اجْتَبَيْنا إِذا تُتْلى‏ عَلَيْهِمْ آياتُ الرَّحْمٰنِ خَرُّوا سُجَّداً وَ بُكِيًّا َ﴾
58. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam dan dari orang-orang yang Kami naikkan ke atas bahtera bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Isra’il, serta dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.
﴿ فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضاعُوا الصَّلاةَ وَ اتَّبَعُوا الشَّهَواتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا َ﴾
59. Tetapi sesudah mereka, datanglah keturunan (tidak saleh) yang menyia-nyiakan salat dan menuruti hawa nafsu mereka, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,
﴿ إِلاَّ مَنْ تابَ وَ آمَنَ وَ عَمِلَ صالِحاً فَأُولئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئاً َ﴾
60. kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun.
﴿ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتي‏ وَعَدَ الرَّحْمٰنُ عِبادَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّهُ كانَ وَعْدُهُ مَأْتِيًّا َ﴾
61. Yaitu surga ‘Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun mereka tidak melihatnya. Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati.
﴿ لا يَسْمَعُونَ فيها لَغْواً إِلاَّ سَلاماً وَ لَهُمْ رِزْقُهُمْ فيها بُكْرَةً وَ عَشِيًّا َ﴾
62. Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga itu, kecuali ucapan salam sejahtera. Mereka mendapat rezeki di surga itu tiap-tiap pagi dan petang.
﴿ تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتي‏ نُورِثُ مِنْ عِبادِنا مَنْ كانَ تَقِيًّا َ﴾
63. Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.
﴿ وَما نَتَنَزَّلُ إِلاَّ بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ ما بَيْنَ أَيْدينا وَما خَلْفَنا وَما بَيْنَ ذلِكَ وَما كانَ رَبُّكَ نَسِيًّا َ﴾
64. (Setelah penundaan wahyu, Jibril berkata kepada Muhammad), “Tidaklah kami turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nya-lah apa yang ada di hadapan kita, apa yang ada di belakang kita, dan apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.
﴿ رَبُّ السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ وَما بَيْنَهُما فَاعْبُدْهُ وَ اصْطَبِرْ لِعِبادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا َ﴾
65. Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”
﴿ وَ يَقُولُ الْإِنْسانُ أَإِذا ما مِتُّ لَسَوْفَ أُخْرَجُ حَيًّا َ﴾
66. Dan manusia berkata, “Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?”
﴿ أَوَلا يَذْكُرُ الْإِنْسانُ أَنَّا خَلَقْناهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئاً َ﴾
67. Dan tidakkah manusia itu ingat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali.
﴿ فَوَ رَبِّكَ لَنَحْشُرَنَّهُمْ وَ الشَّياطينَ ثُمَّ لَنُحْضِرَنَّهُمْ حَوْلَ جَهَنَّمَ جِثِيًّا َ﴾
68. Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama setan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahanam dengan berlutut.
﴿ ثُمَّ لَنَنْزِعَنَّ مِنْ كُلِّ شيعَةٍ أَيُّهُمْ أَشَدُّ عَلَى الرَّحْمٰنِ عِتِيًّا َ﴾
69. Kemudian pasti akan Kami pisahkan dari tiap-tiap golongan siapa di antara mereka yang paling durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.
﴿ ثُمَّ لَنَحْنُ أَعْلَمُ بِالَّذينَ هُمْ أَوْلى‏ بِها صِلِيًّا َ﴾
70. Kemudian Kami sungguh lebih mengetahui orang-orang yang seharusnya dibakar dalam neraka.
﴿ وَ إِنْ مِنْكُمْ إِلاَّ وارِدُها كانَ عَلى‏ رَبِّكَ حَتْماً مَقْضِيًّا َ﴾
71. Dan tidak ada seorang pun darimu, melainkan pasti memasuki neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.
﴿ ثُمَّ نُنَجِّي الَّذينَ اتَّقَوْا وَ نَذَرُ الظَّالِمينَ فيها جِثِيًّا َ﴾
72. Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.
﴿ وَ إِذا تُتْلى‏ عَلَيْهِمْ آياتُنا بَيِّناتٍ قالَ الَّذينَ كَفَرُوا لِلَّذينَ آمَنُوا أَيُّ الْفَريقَيْنِ خَيْرٌ مَقاماً وَ أَحْسَنُ نَدِيًّا َ﴾
73. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan(nya)?”
﴿ وَ كَمْ أَهْلَكْنا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هُمْ أَحْسَنُ أَثاثاً وَ رِءْياً َ﴾
74. Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka adalah lebih bagus harta benda mereka dan lebih sedap dipandang mata.
﴿ قُلْ مَنْ كانَ فِي الضَّلالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمٰنُ مَدًّا حَتَّى إِذا رَأَوْا ما يُوعَدُونَ إِمَّا الْعَذابَ وَ إِمَّا السَّاعَةَ فَسَيَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ شَرٌّ مَكاناً وَ أَضْعَفُ جُنْداً َ﴾
75. Katakanlah, “Barang siapa yang berada dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya; sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepada mereka, baik siksa maupun kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya.”
﴿ وَ يَزيدُ اللهُ الَّذينَ اهْتَدَوْا هُدىً وَ الْباقِياتُ الصَّالِحاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَواباً وَ خَيْرٌ مَرَدًّا َ﴾
76. Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Peninggalan (dan nilai) luhur yang ditinggalkan oleh (manusia) itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.
﴿ أَفَرَأَيْتَ الَّذي كَفَرَ بِآياتِنا وَ قالَ لَأُوتَيَنَّ مالاً وَ وَلَداً َ﴾
77. Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan, “Pasti aku akan diberi harta dan anak?”
﴿ أَطَّلَعَ الْغَيْبَ أَمِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمٰنِ عَهْداً َ﴾
78. Adakah ia melihat yang gaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah?
﴿ كَلاَّ سَنَكْتُبُ ما يَقُولُ وَ نَمُدُّ لَهُ مِنَ الْعَذابِ مَدًّا َ﴾
79. Sekali-kali tidak demikian. Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami akan memperpanjang azab untuknya,
﴿ وَ نَرِثُهُ ما يَقُولُ وَ يَأْتينا فَرْداً َ﴾
80. dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu, dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri.
﴿ وَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللهِ آلِهَةً لِيَكُونُوا لَهُمْ عِزًّا َ﴾
81. Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi nilai kemuliaan bagi mereka.
﴿ كَلاَّ سَيَكْفُرُونَ بِعِبادَتِهِمْ وَ يَكُونُونَ عَلَيْهِمْ ضِدًّا َ﴾
82. Sekali-kali tidak. Kelak sembahan-sembahan itu akan mengingkari penyembahan para penyembah itu terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka.
﴿ أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا الشَّياطينَ عَلَى الْكافِرينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا َ﴾
83. Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk mengasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh?
﴿ فَلا تَعْجَلْ عَلَيْهِمْ إِنَّما نَعُدُّ لَهُمْ عَدًّا َ﴾
84. Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, karena sesungguhnya Kami menghitung (amalan) mereka dengan perhitungan yang teliti.
﴿ يَوْمَ نَحْشُرُ الْمُتَّقينَ إِلَى الرَّحْمٰنِ وَفْداً َ﴾
85. Pada hari Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pengasih secara berkelompok-kelompok,
﴿ وَ نَسُوقُ الْمُجْرِمينَ إِلى‏ جَهَنَّمَ وِرْداً َ﴾
86. dan Kami menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga,
﴿ لا يَمْلِكُونَ الشَّفاعَةَ إِلاَّ مَنِ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمٰنِ عَهْداً َ﴾
87. mereka tidak berhak mendapat syafaat kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pengasih.
﴿ وَ قالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمٰنُ وَلَداً َ﴾
88. Dan mereka berkata, “Tuhan Yang Maha Pengasih mengambil (mempunyai) anak.”
﴿ لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئاً إِدًّا َ﴾
89. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar,
﴿ تَكادُ السَّماواتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَ تَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَ تَخِرُّ الْجِبالُ هَدًّا َ﴾
90. karena ucapan itu hampir-hampir langit pecah, bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh,
﴿ أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمٰنِ وَلَداً َ﴾
91. lantaran mereka mendakwa Allah Yang Maha Pengasih mempunyai anak.
﴿ وَما يَنْبَغي‏ لِلرَّحْمٰنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَداً َ﴾
92. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.
﴿ إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ إِلاَّ آتِي الرَّحْمٰنِ عَبْداً َ﴾
93. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.
﴿ لَقَدْ أَحْصاهُمْ وَ عَدَّهُمْ عَدًّا َ﴾
94. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti.
﴿ وَ كُلُّهُمْ آتيهِ يَوْمَ الْقِيامَةِ فَرْداً َ﴾
95. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.
﴿ إِنَّ الَّذينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمٰنُ وُدًّا َ﴾
96. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.
﴿ فَإِنَّما يَسَّرْناهُ بِلِسانِكَ لِتُبَشِّرَ بِهِ الْمُتَّقينَ وَ تُنْذِرَ بِهِ قَوْماً لُدًّا َ﴾
97. Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an itu dengan bahasamu, agar dengannya kamu dapat memberi kabar gembira kepada orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang membangkang.
﴿ وَ كَمْ أَهْلَكْنا قَبْلَهُمْ مِنْ قَرْنٍ هَلْ تُحِسُّ مِنْهُمْ مِنْ أَحَدٍ أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزاً َ﴾
98. Dan berapa banyak telah Kami binasakan umat-umat (tak beriman) sebelum mereka. Adakah kamu melihat seorang pun dari mereka atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar?

Senin, 24 Agustus 2015

Surah THAAHAA

﴾بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحيمِ َ﴿
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
﴿ طٰهٰ َ﴾
1. Thâ Hâ.
﴿ ما أَنْزَلْنا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقى‏ َ﴾
2. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
﴿ إِلاَّ تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشى‏ َ﴾
3. tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah,
﴿ تَنْزيلاً مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَ السَّماواتِ الْعُلى‏ َ﴾
4. yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.
﴿ الرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوى‏ َ﴾
5. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas ‘Arasy.
﴿ لَهُ ما فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ وَما بَيْنَهُما وَما تَحْتَ الثَّرى‏ َ﴾
6. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit dan di bumi, serta semua yang di antara keduanya dan semua yang tersembunyi di bawah tanah.
﴿ وَ إِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَ أَخْفى‏ َ﴾
7. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.
﴿ ٱللهُ لا إِلهَ إِلاَّ هُوَ لَهُ الْأَسْماءُ الْحُسْنى‏ َ﴾
8. Dialah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Dia mempunyai al-Asmâ’ al-Husnâ (nama-nama yang terbaik).
﴿ وَ هَلْ أَتاكَ حَديثُ مُوسى‏ َ﴾
9. Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?
﴿ إِذْ رَأى‏ ناراً فَقالَ لِأَهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ ناراً لَعَلِّي آتيكُمْ مِنْها بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدىً َ﴾
10. Ketika ia melihat api (dari jauh), lalu berkata kepada keluarganya, “Tinggallah kamu (di sini) sebentar. Sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya kepadamu atau aku akan dapat menemukan jalan dengan perantara api itu.”
﴿ فَلَمَّا أَتاها نُودِيَ يا مُوسى‏ َ﴾
11. Maka ketika ia mendatangi api itu, ia dipanggil, “Hai Musa,
﴿ إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوادِ الْمُقَدَّسِ طُوىً َ﴾
12. Sesungguhnya Aku inilah Tuhan-mu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwâ.
﴿ وَ أَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِما يُوحى‏ َ﴾
13. Dan Aku telah memilihmu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
﴿ إِنَّني‏ أَنَا اللهُ لا إِلهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْني‏ وَ أَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْري َ﴾
14. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat-Ku.
﴿ إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكادُ أُخْفيها لِتُجْزى‏ كُلُّ نَفْسٍ بِما تَسْعى َ﴾
15. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.
﴿ فَلا يَصُدَّنَّكَ عَنْها مَنْ لا يُؤْمِنُ بِها وَ اتَّبَعَ هَواهُ فَتَرْدى‏ َ﴾
16. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu menjadi binasa.
﴿ وَما تِلْكَ بِيَمينِكَ يا مُوسى‏ َ﴾
17. Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?”
﴿ قالَ هِيَ عَصايَ أَتَوَكَّؤُا عَلَيْها وَ أَهُشُّ بِها عَلى‏ غَنَمي‏ وَ لِيَ فيها مَآرِبُ أُخْرى‏ َ﴾
18. Musa berkata, “Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (dedaunan) dengannya untuk kambingku, dan aku (juga) memiliki keperluan yang lain dengannya.”
﴿ قالَ أَلْقِها يا مُوسى‏ َ﴾
19. Allah berfirman, “Lemparkanlah tongkat itu, hai Musa!”
﴿ فَأَلْقاها فَإِذا هِيَ حَيَّةٌ تَسْعى َ﴾
20. Lalu ia melemparkan tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular naga yang merayap dengan cepat.
﴿ قالَ خُذْها وَلا تَخَفْ سَنُعيدُها سيرَتَهَا الْأُولى‏ َ﴾
21. Allah berfirman, “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.
﴿ وَ اضْمُمْ يَدَكَ إِلى‏ جَناحِكَ تَخْرُجْ بَيْضاءَ مِنْ غَيْرِ سُوءٍ آيَةً أُخْرى‏ َ﴾
22. Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula),
﴿ لِنُرِيَكَ مِنْ آياتِنَا الْكُبْرى‏ َ﴾
23. untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar.
﴿ اذْهَبْ إِلى‏ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغى‏ َ﴾
24. Pergilah kepada Fira‘un; sesungguhnya ia telah melampaui batas.”
﴿ قالَ رَبِّ اشْرَحْ لي‏ صَدْري َ﴾
25. Musa berkata, “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,
﴿ وَ يَسِّرْ لي‏ أَمْري َ﴾
26. dan mudahkanlah untukku urusanku,
﴿ وَ احْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِساني َ﴾
27. dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,
﴿ يَفْقَهُوا قَوْلي‏ َ﴾
28. supaya mereka mengerti perkataanku.
﴿ وَ اجْعَلْ لي‏ وَزيراً مِنْ أَهْلي‏ َ﴾
29. Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku,
﴿ هارُونَ أَخي‏ َ﴾
30. (yaitu) Harun, saudaraku.
﴿ اشْدُدْ بِهِ أَزْري َ﴾
31. Teguhkanlah dengan dia kekuatanku,
﴿ وَ أَشْرِكْهُ في‏ أَمْري َ﴾
32. dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku,
﴿ كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثيراً َ﴾
33. supaya kami banyak bertasbih kepada-Mu,
﴿ وَ نَذْكُرَكَ كَثيراً َ﴾
34. dan banyak mengingat-Mu.
﴿ إِنَّكَ كُنْتَ بِنا بَصيراً َ﴾
35. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui (keadaan) kami.”
﴿ قالَ قَدْ أُوتيتَ سُؤْلَكَ يا مُوسى‏ َ﴾
36. Allah berfirman, “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.
﴿ وَ لَقَدْ مَنَنَّا عَلَيْكَ مَرَّةً أُخْرى‏ َ﴾
37. Dan sesungguhnya Kami telah memberi anugerah kepadamu pada kali yang lain,
﴿ إِذْ أَوْحَيْنا إِلى‏ أُمِّكَ ما يُوحى‏ َ﴾
38. yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan,
﴿ أَنِ اقْذِفيهِ فِي التَّابُوتِ فَاقْذِفيهِ فِي الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لي‏ وَ عَدُوٌّ لَهُ وَ أَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي وَ لِتُصْنَعَ عَلى‏ عَيْني‏ َ﴾
39. yaitu, ‘Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), lalu sungai itu pasti membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fira‘un) musuh-Ku dan musuhnya.’ Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.
﴿ إِذْ تَمْشي‏ أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلى‏ مَنْ يَكْفُلُهُ فَرَجَعْناكَ إِلى‏ أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُها وَلا تَحْزَنَ وَ قَتَلْتَ نَفْساً فَنَجَّيْناكَ مِنَ الْغَمِّ وَ فَتَنَّاكَ فُتُوناً فَلَبِثْتَ سِنينَ في‏ أَهْلِ مَدْيَنَ ثُمَّ جِئْتَ عَلى‏ قَدَرٍ يا مُوسى‏ َ﴾
40. (yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan (di dekat istana Fira‘un), lalu ia berkata kepada (keluarga Firaun), ‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?’ Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. Setelah itu kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang (ke sini) menurut waktu yang ditetapkan (untuk menerima risalah) hai Musa.
﴿ وَ اصْطَنَعْتُكَ لِنَفْسي‏ َ﴾
41. dan Aku telah mendidikmu untuk diri-Ku.
﴿ اذْهَبْ أَنْتَ وَ أَخُوكَ بِآياتي‏ وَلا تَنِيا في‏ ذِكْري َ﴾
42. Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku;
﴿ اذْهَبا إِلى‏ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغى‏ َ﴾
43. Pergilah kamu berdua kepada Fira‘un, sesungguhnya dia telah melampaui batas;
﴿ فَقُولا لَهُ قَوْلاً لَيِّناً لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشى‏ َ﴾
44. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.”
﴿ قالا رَبَّنا إِنَّنا نَخافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنا أَوْ أَنْ يَطْغى َ﴾
45. Mereka berdua berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir ia segera menyiksa kami (sebelum sempat kami menjelaskan kebenaran) atau akan bertambah melampaui batas (dan tidak menerima kebenaran).”
﴿ قالَ لا تَخافا إِنَّني‏ مَعَكُما أَسْمَعُ وَ أَرى‏ َ﴾
46. Allah berfirman, “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu, Aku mendengar dan melihat.
﴿ فَأْتِياهُ فَقُولا إِنَّا رَسُولا رَبِّكَ فَأَرْسِلْ مَعَنا بَني‏ إِسْرائيلَ وَلا تُعَذِّبْهُمْ قَدْ جِئْناكَ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكَ وَ السَّلامُ عَلى‏ مَنِ اتَّبَعَ الْهُدى‏ َ﴾
47. Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fira‘un) dan katakanlah, “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhan-mu, maka lepaskanlah Bani Isra’il bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhan-mu. Semoga keselamatan dan kesejahteraan terlimpahkan atas orang yang mengikuti petunjuk.
﴿ إِنَّا قَدْ أُوحِيَ إِلَيْنا أَنَّ الْعَذابَ عَلى‏ مَنْ كَذَّبَ وَ تَوَلَّى َ﴾
48. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.”
﴿ قالَ فَمَنْ رَبُّكُما يا مُوسى‏ َ﴾
49. Fira‘un berkata, “Siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa?”
﴿ قالَ رَبُّنَا الَّذي أَعْطى‏ كُلَّ شَيْ‏ءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدى‏ َ﴾
50. Musa berkata, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada makhluk-Nya segala sesuatu (yang mereka butuhkan), kemudian memberi petunjuk kepada mereka.”
﴿ قالَ فَما بالُ الْقُرُونِ الْأُولى‏ َ﴾
51. Fira‘un berkata, “Lalu bagaimanakah nasib umat-umat terdahulu (yang tidak beriman kepada semua itu)?”
﴿ قالَ عِلْمُها عِنْدَ رَبِّي في‏ كِتابٍ لا يَضِلُّ رَبِّي وَ لا يَنْسى‏ َ﴾
52. Musa menjawab, “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku di dalam sebuah kitab, Tuhanku tidak akan salah dan tidak (pula) lupa;
﴿ الَّذي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ مَهْداً وَ سَلَكَ لَكُمْ فيها سُبُلاً وَ أَنْزَلَ مِنَ السَّماءِ ماءً فَأَخْرَجْنا بِهِ أَزْواجاً مِنْ نَباتٍ شَتَّى َ﴾
53. (Tuhan) tang telah menjadikan bumi bagimu sebagai tempat kehidupan yang tenang dan telah menjadikan jalan-jalan bagimu di bumi itu, dan menurunkan air hujan dari langit.” Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.
﴿ كُلُوا وَ ارْعَوْا أَنْعامَكُمْ إِنَّ في‏ ذلِكَ لَآياتٍ لِأُولِي النُّهى‏ َ﴾
54. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.
﴿ مِنْها خَلَقْناكُمْ وَ فيها نُعيدُكُمْ وَ مِنْها نُخْرِجُكُمْ تارَةً أُخْرى‏ َ﴾
55. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu, serta darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.
﴿ وَ لَقَدْ أَرَيْناهُ آياتِنا كُلَّها فَكَذَّبَ وَ أَبى‏ َ﴾
56. Dan sesungguhnya Kami telah memperlihatkan kepadanya (Fira‘un) tanda-tanda kekuasaan Kami semuanya, lalu ia mendustakan dan enggan (menerima kebenaran).
﴿ قالَ أَجِئْتَنا لِتُخْرِجَنا مِنْ أَرْضِنا بِسِحْرِكَ يا مُوسى‏ َ﴾
57. Fira‘un berkata, “Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa?
﴿ فَلَنَأْتِيَنَّكَ بِسِحْرٍ مِثْلِهِ فَاجْعَلْ بَيْنَنا وَ بَيْنَكَ مَوْعِداً لا نُخْلِفُهُ نَحْنُ وَلا أَنْتَ مَكاناً سُوىً َ﴾
58. Dan kami pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu. Maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya).”
﴿ قالَ مَوْعِدُكُمْ يَوْمُ الزِّينَةِ وَ أَنْ يُحْشَرَ النَّاسُ ضُحًى َ﴾
59. Musa berkata, “Waktu untuk pertemuan (kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah masyarakat dikumpulkan pada waktu matahari naik sepenggalahan.”
﴿ فَتَوَلَّى فِرْعَوْنُ فَجَمَعَ كَيْدَهُ ثُمَّ أَتى‏ َ﴾
60. Dan Fira‘un meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang.
﴿ قالَ لَهُمْ مُوسى‏ وَيْلَكُمْ لا تَفْتَرُوا عَلَى اللهِ كَذِباً فَيُسْحِتَكُمْ بِعَذابٍ وَ قَدْ خابَ مَنِ افْتَرى‏ َ﴾
61. Musa berkata kepada mereka, “Celakalah kamu! Janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan kamu dengan siksa. Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.”
﴿ فَتَنازَعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ وَ أَسَرُّوا النَّجْوى‏ َ﴾
62. Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka di antara mereka sendiri, dan mereka merahasiakan percakapan (mereka).
﴿ قالُوا إِنْ هذانِ لَساحِرانِ يُريدانِ أَنْ يُخْرِجاكُمْ مِنْ أَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِما وَ يَذْهَبا بِطَريقَتِكُمُ الْمُثْلى‏ َ﴾
63. Mereka berkata, “Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusirmu dari negerimu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kebiasaanmu yang utama.
﴿ فَأَجْمِعُوا كَيْدَكُمْ ثُمَّ ائْتُوا صَفًّا وَ قَدْ أَفْلَحَ الْيَوْمَ مَنِ اسْتَعْلى‏ َ﴾
64. Maka himpunkanlah segala daya (sihir) kamu sekalian, kemudian datanglah dengan berbaris, dan sesungguhnya beruntunglah orang yang menang pada hari ini.”
﴿ قالُوا يا مُوسى‏ إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَ إِمَّا أَنْ نَكُونَ أَوَّلَ مَنْ أَلْقى‏ َ﴾
65. (Setelah berkumpul) mereka berkata, “Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu) atau kamikah orang yang mula-mula melemparkan?”
﴿ قالَ بَلْ أَلْقُوا فَإِذا حِبالُهُمْ وَ عِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّها تَسْعى‏ َ﴾
66. Musa berkata, “Silakan kamu sekalian melemparkan.” Maka tiba-tiba tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang kepada Musa seakan-akan merayap cepat lantaran sihir mereka.
﴿ فَأَوْجَسَ في‏ نَفْسِهِ خيفَةً مُوسى‏ َ﴾
67. Maka Musa merasa takut dalam hatinya.
﴿ قُلْنا لا تَخَفْ إِنَّكَ أَنْتَ الْأَعْلى‏ َ﴾
68. Kami berkata, “Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang).
﴿ وَ أَلْقِ ما في‏ يَمينِكَ تَلْقَفْ ما صَنَعُوا إِنَّما صَنَعُوا كَيْدُ ساحِرٍ وَلا يُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتى‏ َ﴾
69. Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.”
﴿ فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّداً قالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هارُونَ وَ مُوسى‏ َ﴾
70. Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata, “Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa.”
﴿ قالَ آمَنْتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبيرُكُمُ الَّذي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَ أَرْجُلَكُمْ مِنْ خِلافٍ وَ لَأُصَلِّبَنَّكُمْ في‏ جُذُوعِ النَّخْلِ وَ لَتَعْلَمُنَّ أَيُّنا أَشَدُّ عَذاباً وَ أَبْقى‏ َ﴾
71. Fira‘un berkata, “Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian? Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kakimu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, menyalibmu sekalian pada pangkal pohon kurma, dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya.”
﴿ قالُوا لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلى‏ ما جاءَنا مِنَ الْبَيِّناتِ وَ الَّذي فَطَرَنا فَاقْضِ ما أَنْتَ قاضٍ إِنَّما تَقْضي‏ هذِهِ الْحَياةَ الدُّنْيا َ﴾
72. Mereka berkata, “Demi Tuhan yang telah menciptakan kami, kami sekali-kali tidak akan mengutamakanmu atas bukti-bukti yang nyata (mukjizat) yang telah datang kepada kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja.
﴿ إِنَّا آمَنَّا بِرَبِّنا لِيَغْفِرَ لَنا خَطايانا وَما أَكْرَهْتَنا عَلَيْهِ مِنَ السِّحْرِ وَ اللهُ خَيْرٌ وَ أَبْقى‏ َ﴾
73. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah adalah lebih baik dan lebih kekal.”
﴿ إِنَّهُ مَنْ يَأْتِ رَبَّهُ مُجْرِماً فَإِنَّ لَهُ جَهَنَّمَ لا يَمُوتُ فيها وَلا يَحْيى‏ َ﴾
74. Sesungguhnya barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
﴿ وَ مَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِناً قَدْ عَمِلَ الصَّالِحاتِ فَأُولئِكَ لَهُمُ الدَّرَجاتُ الْعُلى َ﴾
75. Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia),
﴿ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْري مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهارُ خالِدينَ فيها وَ ذلِكَ جَزاءُ مَنْ تَزَكَّى َ﴾
76. (yaitu) surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan).
﴿ وَ لَقَدْ أَوْحَيْنا إِلى‏ مُوسى‏ أَنْ أَسْرِ بِعِبادي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَريقاً فِي الْبَحْرِ يَبَساً لا تَخافُ دَرَكاً وَلا تَخْشى‏ َ﴾
77. Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa, “Pergilah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Isra’il) di malam hari (dari Mesir), lalu buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, sehingga kamu tak usah khawatir akan tersusul (oleh bala tentara Fira‘un) dan tidak usah takut (akan tenggelam).”
﴿ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُودِهِ فَغَشِيَهُمْ مِنَ الْيَمِّ ما غَشِيَهُمْ َ﴾
78. Maka Fira‘un dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka.
﴿ وَ أَضَلَّ فِرْعَوْنُ قَوْمَهُ وَما هَدى‏ َ﴾
79. Dan Fira‘un telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi petunjuk.
﴿ يا بَني‏ إِسْرائيلَ قَدْ أَنْجَيْناكُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ وَ واعَدْناكُمْ جانِبَ الطُّورِ الْأَيْمَنَ وَ نَزَّلْنا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَ السَّلْوى َ﴾
80. Hai Bani Isra’il, sesungguhnya Kami telah menyelamatkan kamu sekalian dari musuhmu, mengadakan perjanjian dengan kamu sekalian (untuk munajat) di sebelah kanan gunung Thursina, dan Kami telah menurunkan kepada kamu sekalian manna dan salwâ.
﴿ كُلُوا مِنْ طَيِّباتِ ما رَزَقْناكُمْ وَلا تَطْغَوْا فيهِ فَيَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبي‏ وَمَنْ يَحْلِلْ عَلَيْهِ غَضَبي‏ فَقَدْ هَوى‏ َ﴾
81. Makanlah di antara rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia.
﴿ وَ إِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تابَ وَ آمَنَ وَ عَمِلَ صالِحاً ثُمَّ اهْتَدى‏ َ﴾
82. Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian mendapat petunjuk.
﴿ وَما أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يا مُوسى‏ َ﴾
83. Hai Musa, mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu (dan terburu-buru datang ke gunung Thursina)?
﴿ قالَ هُمْ أُولاءِ عَلى‏ أَثَري وَ عَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضى‏ َ﴾
84. Musa berkata, “Itulah mereka sedang menyusulku dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Tuhanku, agar supaya Engkau rida (kepadaku).”
﴿ قالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَ أَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ َ﴾
85. Allah berfirman, “Sesungguhnya kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri.”
﴿ فَرَجَعَ مُوسى‏ إِلى‏ قَوْمِهِ غَضْبانَ أَسِفاً قالَ يا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْداً حَسَناً أَفَطالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَخْلَفْتُمْ مَوْعِدي َ﴾
86. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Musa berkata, “Hai kaumku, bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Apakah waktu perpisahanku denganmu terasa lama bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan dari Tuhanmu menimpamu sehingga kamu melanggar perjanjianmu dengan aku?”
﴿ قالُوا ما أَخْلَفْنا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنا وَ لكِنَّا حُمِّلْنا أَوْزاراً مِنْ زينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْناها فَكَذلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ َ﴾
87. Mereka berkata, “Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, lalu kami melemparkannya.” Dan demikian Samiri mempengaruhi.
﴿ فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلاً جَسَداً لَهُ خُوارٌ فَقالُوا هذا إِلهُكُمْ وَ إِلهُ مُوسى‏ فَنَسِيَ َ﴾
88. Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Maka mereka berkata (kepada sesamanya), “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.”
﴿ أَفَلا يَرَوْنَ أَلاَّ يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلاً وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعاً َ﴾
89. Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan?
﴿ وَ لَقَدْ قالَ لَهُمْ هارُونُ مِنْ قَبْلُ يا قَوْمِ إِنَّما فُتِنْتُمْ بِهِ وَ إِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمٰنُ فَاتَّبِعُوني‏ وَ أَطيعُوا أَمْري َ﴾
90. Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya, “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pengasih, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.”
﴿ قالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عاكِفينَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنا مُوسى‏ َ﴾
91. Mereka menjawab, “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami.”
﴿ قالَ يا هارُونُ ما مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا َ﴾
92. Musa berkata, “Hai Harun, apa yang menghalangimu (untuk mencegah mereka) ketika kamu melihat mereka telah sesat?
﴿ أَلاَّ تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْري َ﴾
93. Apakah kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”
﴿ قالَ يَا بْنَ أُمَّ لا تَأْخُذْ بِلِحْيَتي‏ وَلا بِرَأْسي‏ إِنِّي خَشيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَني‏ إِسْرائيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلي‏ َ﴾
94. Harun menjawab, “Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), “Kamu telah memecah antara Bani Isra’il dan kamu tidak memelihara amanahku.”
﴿ قالَ فَما خَطْبُكَ يا سامِرِيُّ َ﴾
95. Musa berkata, “Hai Samiri, mengapa engkau berbuat demikian?”
﴿ قالَ بَصُرْتُ بِما لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُها وَ كَذلِكَ سَوَّلَتْ لي‏ نَفْسي‏ َ﴾
96. Samiri menjawab, “Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya. Maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku.”
﴿ قالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَياةِ أَنْ تَقُولَ لا مِساسَ وَ إِنَّ لَكَ مَوْعِداً لَنْ تُخْلَفَهُ وَ انْظُرْ إِلى‏ إِلهِكَ الَّذي ظَلْتَ عَلَيْهِ عاكِفاً لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفاً َ﴾
97. Musa berkata, “Pergilah kamu, maka sesungguhnya bagimu di dalam kehidupan di dunia ini (hanya dapat) mengatakan, “Janganlah menyentuh (aku).” Dan sesungguhnya bagimu hukuman (di akhirat) yang kamu sekali-kali tidak dapat menghindarinya, dan lihatlah tuhanmu itu yang kamu tetap menyembahnya. Sesungguhnya kami akan membakarnya, kemudian kami sungguh-sungguh akan menghamburkannya ke dalam laut (berupa abu yang berserakan).
﴿ إِنَّما إِلهُكُمُ اللهُ الَّذي لا إِلهَ إِلاَّ هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْ‏ءٍ عِلْماً َ﴾
98. Sesungguhnya Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.”
﴿ كَذلِكَ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْباءِ ما قَدْ سَبَقَ وَ قَدْ آتَيْناكَ مِنْ لَدُنَّا ذِكْراً َ﴾
99. Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang telah lalu, dan sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi Kami suatu peringatan (Al-Qur’an).
﴿ مَنْ أَعْرَضَ عَنْهُ فَإِنَّهُ يَحْمِلُ يَوْمَ الْقِيامَةِ وِزْراً َ﴾
100. Barang siapa berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat,
﴿ خالِدينَ فيهِ وَ ساءَ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ حِمْلاً َ﴾
101. mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat.
﴿ يَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ وَ نَحْشُرُ الْمُجْرِمينَ يَوْمَئِذٍ زُرْقاً َ﴾
102. (Yaitu) di hari (yang di waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan tubuh muka yang biru memar;
﴿ يَتَخافَتُونَ بَيْنَهُمْ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلاَّ عَشْراً َ﴾
103. mereka berbisik-bisik di antara mereka, “Kamu tidak tinggal (di alam Barzakh) melainkan hanyalah sepuluh (hari).”
﴿ نَحْنُ أَعْلَمُ بِما يَقُولُونَ إِذْ يَقُولُ أَمْثَلُهُمْ طَريقَةً إِنْ لَبِثْتُمْ إِلاَّ يَوْماً َ﴾
104. Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya di antara mereka berkata, “Kamu tidak tinggal melainkan hanyalah sehari saja.”
﴿ وَ يَسْئَلُونَكَ عَنِ الْجِبالِ فَقُلْ يَنْسِفُها رَبِّي نَسْفاً َ﴾
105. Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung. Maka katakanlah, “Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya,
﴿ فَيَذَرُها قاعاً صَفْصَفاً َ﴾
106. lalu Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar tak berair dan tak bertumbuhan.
﴿ لا تَرى‏ فيها عِوَجاً وَ لا أَمْتاً َ﴾
107. Kamu tidak melihat sedikit pun padanya tempat yang rendah dan yang tinggi.
﴿ يَوْمَئِذٍ يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لا عِوَجَ لَهُ وَ خَشَعَتِ الْأَصْواتُ لِلرَّحْمٰنِ فَلا تَسْمَعُ إِلاَّ هَمْساً َ﴾
108. Pada hari itu manusia mengikuti penyeru (Ilahi) dengan tidak memiliki kemampuan untuk menentang; dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, dan kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.
﴿ يَوْمَئِذٍ لا تَنْفَعُ الشَّفاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمٰنُ وَ رَضِيَ لَهُ قَوْلاً َ﴾
109. Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pengasih telah memberi izin kepadanya dan meridai perkataannya.
﴿ يَعْلَمُ ما بَيْنَ أَيْديهِمْ وَما خَلْفَهُمْ وَلا يُحيطُونَ بِهِ عِلْماً َ﴾
110. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka (di dunia), sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.
﴿ وَ عَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ وَ قَدْ خابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْماً َ﴾
111. Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi Qayyûm (senantiasa mengurus makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang memikul kezaliman.
﴿ وَ مَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحاتِ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَلا يَخافُ ظُلْماً وَلا هَضْماً َ﴾
112. Dan barang siapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam keadaan beriman, maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.
﴿ وَ كَذلِكَ أَنْزَلْناهُ قُرْآناً عَرَبِيًّا وَ صَرَّفْنا فيهِ مِنَ الْوَعيدِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ أَوْ يُحْدِثُ لَهُمْ ذِكْراً َ﴾
113. Dan demikianlah Kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali di dalamnya sebagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al-Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi mereka.
﴿ فَتَعالَى اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضى‏ إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَ قُلْ رَبِّ زِدْني‏ عِلْماً َ﴾
114. Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur’an sebelum pewahyuannya kepadamu sempurna, dan katakanlah, “Ya Tuhan-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”
﴿ وَ لَقَدْ عَهِدْنا إِلى‏ آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْماً َ﴾
115. Dan sebelum ini sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Adam, tapi ia lupa (akan janji itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.
﴿ وَ إِذْ قُلْنا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْليسَ أَبى‏ َ﴾
116. Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang.
﴿ فَقُلْنا يا آدَمُ إِنَّ هذا عَدُوٌّ لَكَ وَ لِزَوْجِكَ فَلا يُخْرِجَنَّكُما مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقى‏ َ﴾
117. Maka kami berkata, “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu jatuh dalam kesengsaraan hidup.
﴿ إِنَّ لَكَ أَلاَّ تَجُوعَ فيها وَلا تَعْرى‏ َ﴾
118. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalam surga dan tidak akan telanjang.
﴿ وَ أَنَّكَ لا تَظْمَؤُا فيها وَلا تَضْحى َ﴾
119. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya.”
﴿ فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطانُ قالَ يا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلى‏ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَ مُلْكٍ لا يَبْلى‏ َ﴾
120. Kemudian setan menggodanya, dengan berkata, “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon kekekalan dan kerajaan yang tidak akan binasa?”
﴿ فَأَكَلا مِنْها فَبَدَتْ لَهُما سَوْآتُهُما وَ طَفِقا يَخْصِفانِ عَلَيْهِما مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَ عَصى‏ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوى‏ َ﴾
121. Maka mereka berdua memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi mereka aurat-aurat mereka dan mulailah mereka menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga. (Ya), Adam tidak menaati Tuhan-nya dan ia terhalangi dari anugerah pahala-Nya.
﴿ ثُمَّ اجْتَباهُ رَبُّهُ فَتابَ عَلَيْهِ وَ هَدى‏ َ﴾
122. Kemudian Tuhan memilihnya, lalu Dia menerima tobatnya dan memberi petunjuk kepadanya.
﴿ قالَ اهْبِطا مِنْها جَميعاً بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدىً فَمَنِ اتَّبَعَ هُدايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقى‏ َ﴾
123. Allah berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sedang sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, niscaya ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.
﴿ وَ مَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْري فَإِنَّ لَهُ مَعيشَةً ضَنْكاً وَ نَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيامَةِ أَعْمى‏ َ﴾
124. Dan barang siapa berpaling dari mengingat-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
﴿ قالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَني‏ أَعْمى‏ وَ قَدْ كُنْتُ بَصيراً َ﴾
125. Ia berkatalah, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulu adalah seorang yang melihat?”
﴿ قالَ كَذلِكَ أَتَتْكَ آياتُنا فَنَسيتَها وَ كَذلِكَ الْيَوْمَ تُنْسى‏ َ﴾
126. Allah berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.”
﴿ وَ كَذلِكَ نَجْزي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِآياتِ رَبِّهِ وَ لَعَذابُ الْآخِرَةِ أَشَدُّ وَ أَبْقى‏ َ﴾
127. Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhan-nya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih pedih dan lebih kekal.
﴿ أَفَلَمْ يَهْدِ لَهُمْ كَمْ أَهْلَكْنا قَبْلَهُمْ مِنَ الْقُرُونِ يَمْشُونَ في‏ مَساكِنِهِمْ إِنَّ في‏ ذلِكَ لَآياتٍ لِأُولِي النُّهى‏ َ﴾
128. Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyak Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
﴿ وَلَوْلا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَكانَ لِزاماً وَ أَجَلٌ مُسَمًّى َ﴾
129. Dan sekiranya tidak ada suatu ketetapan dari Allah yang telah terdahulu dan tidak ada ajal yang telah ditentukan, pasti (azab itu) menimpa mereka.
﴿ فَاصْبِرْ عَلى‏ ما يَقُولُونَ وَ سَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَ قَبْلَ غُرُوبِها وَ مِنْ آناءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَ أَطْرافَ النَّهارِ لَعَلَّكَ تَرْضى‏ َ﴾
130. Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam, dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa rida (dengan anugerah Tuhan).
﴿ وَلا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلى‏ ما مَتَّعْنا بِهِ أَزْواجاً مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَياةِ الدُّنْيا لِنَفْتِنَهُمْ فيهِ وَ رِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَ أَبْقى‏ َ﴾
131. Dan janganlah sekali-kali kamu tujukan pandanganmu kepada kenikmatan duniawi yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka, karena semua itu hanyalah sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami coba mereka dengannya. Dan karunia Tuhan-mu adalah lebih baik dan lebih kekal.
﴿ وَ أْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَ اصْطَبِرْ عَلَيْها لا نَسْئَلُكَ رِزْقاً نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَ الْعاقِبَةُ لِلتَّقْوى‏ َ﴾
132. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
﴿ وَ قالُوا لَوْلا يَأْتينا بِآيَةٍ مِنْ رَبِّهِ أَوَلَمْ تَأْتِهِمْ بَيِّنَةُ ما فِي الصُّحُفِ الْأُولى‏ َ﴾
133. Dan mereka berkata, “Mengapa ia (Rasulullah) tidak membawa bukti dan mukjizat kepada kami dari Tuhannya?” Apakah belum datang kepada mereka berita dan bukti nyata yang tersebut di dalam kitab-kitab terdahulu?
﴿ وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْناهُمْ بِعَذابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقالُوا رَبَّنا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنا رَسُولاً فَنَتَّبِعَ آياتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ وَ نَخْزى‏ َ﴾
134. Dan sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al-Qur’an itu (diturunkan), tentulah mereka berkata (pada hari kiamat), “Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat-Mu sebelum kami menjadi hina dan rendah?”
﴿ قُلْ كُلٌّ مُتَرَبِّصٌ فَتَرَبَّصُوا فَسَتَعْلَمُونَ مَنْ أَصْحابُ الصِّراطِ السَّوِيِّ وَ مَنِ اهْتَدى‏ َ﴾
135. Katakanlah, “Masing-masing (kita) menanti; (kami sedang menanti janji kemenangan dan kamu sedang menanti kekalahan kami), maka nantikanlah oleh kamu sekalian! Kamu kelak akan mengetahui, siapa yang menempuh jalan yang lurus dan siapa yang telah mendapat petunjuk.”

Rabu, 19 Agustus 2015

PARA PENGHUNI SYURGA MAMPU MENYETUBUHI SERATUS BIDADARI!

Assalamu ‘alaykum wa rahmatullahi ta’ala wa barakatuh…
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , هَلْ نَصِلُ إِلَى نِسَائِنَا فِي الْجَنَّةِ؟ فَقَالَ: «إِنَّ الرَّجُلَ لَيَصِلُ فِي الْيَوْمِ إِلَى مِائَةِ عَذْرَاءَ»
Dari Abu Hurairah -Radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata: Diantara para shahabat ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kami akan bertemu dengan istri kami kelak di syurga?” Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi Wasallam- menjawab: “Seorang lelaki dalam sehari akan bertemu (alias: berjima’) dengan 100 bidadari”. (Hadits riwayah Al-Bazzar dalam Musnad-nya 3525, Abu Nu’aim dalam Shifatul Jannah 169, Ath Thabrani dalam As Shaghir, 2/12).
Dalam riwayat lain!:
قيل : يا رسول الله هل نفضي إلى نسائنا في الجنة ؟ قال : إن الرجل ليفضي في اليوم إلى مائة عذراء
“Wahai Rasulullah, apakah kami akan bersetubuh dengan istri-istri kami kelak di syurga? Sungguh seorang lelaki dalam sehari akan bersetubuh dengan seratus bidadari”.
Derajat Hadits.
Al-Hafidz Ibnu Katsir menshahihkan hadits ini (Tafsir Ibni Katsir, 3/292). Al-Maqdisi berkata: “Menurutku, semua perawinya tsiqah sesuai dengan syarat hadits shahih”. Al-Albani berkata: “Aku sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Katsir, dan itulah yang benar. Sanad hadits ini shahih dan kami tidak mengetahui adanya catat di dalamnya. Namun memang Abu Hatim dan Abu Zur’ah memiliki pandangan berbeda”. (Silsilah Ahadits Shahihah, 1/708).
Faidah Hadits.
1] Adanya syurga dan kenikmatan di dalamnya
2] Adanya bidadari di syurga
3] Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi Wasallam- mengetahui sebagian perkara ghaib, sebatas yang dikabarkan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- kepada beliau
4] Salah satu kenikmatan syurga adalah seorang lelaki memiliki kekuatan menyetubuhi seratus wanita dalam sehari. Sebagaimana dalam hadits lain:
إن الرجل من أهل الجنة يعطى قوة مائة رجل في الأكل والشرب والشهوة والجماع
“Sungguh seorang lelaki penduduk syurga diberi kekuatan sebagaimana seratus orang lelaki, dalam hal makan, minum, syahwat (birahi) dan berjima’ (bersetubuh)”. (Hadits shahih riwayat Ahmad no.18509. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Mawarid 2230).
5] Andai seratus (100) wanita disetubuhi dalam sehari, maka tentu lelaki penghuni syurga tersebut sangat sibuk. Demikianlah salah satu kesibukan penduduk syurga. Sebagaimana dalam firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala-:
إِنَّ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ الْيَوْمَ فِي شُغُلٍ فَاكِهُونَ
“Sungguh para penduduk syurga itu dalam kesibukan yang menyenangkan”. (QS Yasin: 55).
Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Musayyib, Ikrimah, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Al-A’masy, Sulaiman At-Taimi, Al-Auza’i semuanya menafsirkan, bahwa yang dimaksud ayat ini adalah mereka sibuk menyetubuhi para perawan. (Tafsir Ibni Katsir, 6/582).
6] Istri yang sholehah di dunia akan menjadi istri di syurga kelak bagi lelaki yang sholeh. Jika seorang lelaki pernah menikah beberapa kali atau ia berpoligami, maka semua istrinya di dunia akan menjadi istrinya di syurga kelak. Sedangkan bila seorang wanita pernah menikah beberapa kali di dunia, maka lelaki yang menjadi suaminya di syurga adalah suami yang terakhir dinikahi. Sebagaimana hadits:
أن حذيفة قال لزوجته: إن شئت تكوني زوجتي في الجنة فلا تزوجي بعدي، فإن المرأة في الجنة لآخر أزواجها في الدنيا
Hudzaifah berkata kepada istrinya: “Kalau engkau ingin menjadi istriku di syurga kelak, maka jangan menikah lagi sepeninggalku. Karena seorang wanita di syurga akan menjadi istri dari suaminya yang terakhir di dunya”. (Hadits riwayat Al-Baihaqi, no.13421).
7] Selain beristrikan wanita yang menjadi istrinya di dunya, lelaki penghuni syurga juga akan beristrikan bidadari-bidadari syurga. Sebagaimana firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala-:
كَذَلِكَ وَزَوَّجْنَاهُمْ بِحُورٍ عِينٍ
“Demikian juga Kami nikahkan mereka dengan para bidadari syurga”. (QS Ad-Dukhan: 54).
8] Para ulama mengatakan, bahwasanya hadits ini bukan menunjukkan bahwa jumlah istri penduduk syurga adalah seratus (100). Melainkan hanya menunjukkan kemampuan senggama para lelaki penduduk syurga, yaitu sebagaimana kekuatan 100 orang lelaki. Mengenai jumlah istri, kebanyakan penduduk syurga memiliki dua istri:
أول زمرة تلج الجنة صورتهم على صورة القمر ليلة البدر ، لا يبصقون فيها ولا يمتخطون ولا يتغوطون ، آنيتهم فيها الذهب ، أمشاطهم من الذهب والفضة ، ومجامرهم الألوة ، ورشحهم المسك ، ولكل واحد منهم زوجتان
“Rombongan yang pertama kali masuk syurga berbentuk rembulan di malam purnama. Mereka tidak akan meludah, tidak akan berdahak, dan tidak akan buang air di dalamnya. Bejana-bejana dan sisir-sisir mereka terbuat dari emas dan perak. Tempat bara api mereka terbuat dari kayu wangi. Keringat mereka adalah minyak kesturi. Setiap mereka memiliki dua istri”. (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 3245 dan Muslim no. 5065).
Adapun para syuhada, beristrikan 72 bidadari kelak di syurga:
للشهيد عند الله ست خصال : يغفر له في أول دفعة ويرى مقعده من الجنة ، ويجار من عذاب القبر ، ويأمن من الفزع الأكبر ، ويوضع على رأسه تاج الوقار ، الياقوتة منها خير من الدنيا وما فيها ، ويزوج اثنتين وسبعين زوجة من الحور العين ، ويشفع في سبعين من أقاربه
“Orang yang mati syahid di sisi Allah akan diberi enam keutamaan: Allah mengampuni dosanya ketika pertama kali darahnya keluar, ia dapat melihat tempat duduknya kelak di syurga, ia dijauhkan dari azab kubur, ia mendapat keamanan tatkala hari kebangkitan, di kepalanya ia memakai mahkota kehormatan berhias batu rubi yang lebih baik dari dunya dan seisinya, ia dinikahkan dengan 72 bidadari, ia dapat memberi syafa’at kepada 70 orang kerabatnya”. (Hadits riwayat At-Tirmidzi no 1663, ia berkata: “Hasan Shahih Gharib”).
9] Salah satu benteng pertahanan bagi ummat Mukmin dari perbuatan dosa dan maksiat adalah dengan mengingat-ngingat kenikmatan syahwat di syurga, dan berusaha istiqomah supaya kita selama-lamanya selalu berada di jalur kebenaran
Nabi Muhammad Rasulullah -Shalallahu ‘alayhi wa salam- bersabda: “Setiap lelaki yang masuk syurga akan diberi tujuh puluh dua (72) bidadari; tidak peduli pada umur berapa dia meninggal dunia, ketika dia masuk syurga dia akan menjadi seorang berumur 30 tahun dan tidak akan tambah tua. Lelaki di syurga akan diberi keperkasaan yang sama dengan keperkasaan seratus orang lelaki”. (Hadits riwayat Tirmidzi: 2, halaman 138).
10] Mulai dari detik ini, segeralah hindari bid’ah, sebab semua bid’ah itu dholalah (sesat dan menyesatkan). Takutlah akan dahsyatnya api neraka. Mintalah syurga Firdaus kepada Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dan tentunya jauhilah selalu perbuatan bid’ah.
ALLAHU AKBAR!
Wassalamu ‘alaykum wa rahmatullahi ta’ala wa barakatuh…

Minggu, 16 Agustus 2015

TUJUH KEUTAMAAN BERDZIKIR “Laa Ilaaha Illaallah”

IBNU Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Kalimat tauhid (Laa ilaaha illallah) memiliki keutamaan yang sangat agung yang tidak mungkin bisa dihitung.” Tapi kebanyakan kita tidak tahu keutamaan kalimat tauhid atau tahlil ini.
Berikut adalah beberapa keutamaan kalimat tahlil “Laa ilaaha illallah.”
1. Kalimat ‘Laa ilaaha illallah’ merupakan harga surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘laa ilaaha illallah,’ maka dia akan masuk surga,” (HR. Abu Dawud no. 1621).
2. Kalimat ‘Laa ilaaha ilallah’ adalah kebaikan yang paling utama, Abu Dzar berkata,”Katakanlah padaku wahai Rasulullah, ajarilah aku amalan yang dapat mendekatkanku pada surga dan menjauhkanku dari neraka.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila engkau melakukan kejelekan (dosa), maka lakukanlah kebaikan karena dengan melakukan kebaikan itu engkau akan mendapatkan sepuluh yang semisal.” Lalu Abu Dzar berkata lagi, “Wahai Rasulullah, apakah ‘laa ilaaha illallah’ merupakan kebaikan?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Kalimat itu (laa ilaaha illallah) merupakan kebaikan yang paling utama. Kalimat itu dapat menghapuskan berbagai dosa dan kesalahan.”
3. Kalimat ‘Laa ilaaha illallah’ adalah dzikir yang paling utama. Dari Jabir rodhiyallohu ‘anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Dzikir yang paling utama adalah laa ilaaha illallah, dan doa yang paling utama adalah alhamdulillah,” (HR. Ibnu Majah, An Nasa’I Shohih Targhib wa Tarhib: 1526 ).
4. Kalimat ‘Laa ilaaha ilallah’ adalah pelindung api neraka. Dari Umar radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sungguh aku akan mengajarkan sebuah kalimat, tidaklah seorang hamba mengucapkannya dengan benar dari hatinya, lalu ia mati diatas keyakinan itu, kecuali (Allah) mengharamkan tubuhnya dari api neraka. Yaitu kalimat laa ilaaha illallah,” (HR. Hakim-Shohih Targhib wa Tarhib: 1528).
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam mendengar muadzin mengucapkan ‘Asyhadu allaa ilaaha illallah.’ Lalu beliau mengatakan pada muadzin tadi, “Engkau terbebas dari neraka,” (HR. Muslim no. 873).
5. Kalimat ‘Laa ilaaha illallah’ adalah dzikir dan perantara doa. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, Musa berkata: Wahai Tuhanku ajarkanlah kepadaku sesuatu, yang aku akan berdzikir dan berdoa kepadaMu dengannya. Allah berfirman: Wahai Musa ucapkanlah Laa ilaaha illallah. Musa berkata: Wahai Tuhanku seluruh hambaMu mengucapkan kalimat ini. Allah berfirman: Wahai Musa! Seandainya langit tingkat tujuh dan apa yang ada didalamnya serta bumi tingkat tujuh selain Aku diletakkan di suatu timbangan, dan laa ilaaha illallah diletakkan di timbangan yang lain, maka akan berat timbangan laa ilaaha illallah,” (HR. Ibnu Hibban, Hakim-Fathul Bari: 11/28).
6. Kalimat ‘Laa ilaaha ilallah’ menunda kiamat. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak akan terjadi kiamat (apabila) masih ada orang yang menyebut laa ilaaha illallah,” (HR. Ibnu Hibban, Ta’liqotul Hisan: 6809, Ash Shohihah: 3016).
7. Dzikir Laa ilaaha illallah pahalanya paling banyak. Sebagaimana terdapat dalam shohihain (Bukhari-Muslim) dari Abu Hurairoh radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa mengucapkan ‘laa ilaaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syay-in qodiir’ (tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu) dalam sehari sebanyak 100 kali, maka baginya sama dengan sepuluh budak (yang dimerdekakan, pen), dicatat baginya 100 kebaikan, dihapus darinya 100 kejelekan, dan dia akan terlindung dari setan pada siang hingga sore harinya, serta tidak ada yang lebih utama darinya kecuali orang yang membacanya lebih banyak dari itu,” (HR. Bukhari no. 3293 dan HR. Muslim no. 7018).
Dan masih banyak lagi keagungan–keagungan dzikir tahlil “Laa ilaaha illaallah.” Marilah kita berdzikir “laa ilaaha illaallah” sebanyak–banyaknya dengan hati yang tulus ikhlas diwaktu pagi dan petang, sebagaimana firman Allah “Wahai orang–orang beriman, berdzikirlah kepada Allah, sebanyak–banyaknya,” (Al- Ahdzab: 41). [an/islampos/

TERBONGKAR...!!! WALISONGO DAKWAH ATAS PERINTAH KHALIFAH SELAMATKAN GENERASI MUSLIM DARI PEMBODOHAN DAN KEBOHONGAN SEJARAH !!!

WALI SONGO UTUSAN KHALIFAH
Bisa dikatakan tak akan ada Islam di Indonesia tanpa peran khilafah. Orang sering mengatakan bahwa Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa disebarkan oleh Walisongo. Tapi tak banyak orang tahu, siapa sebenarnya Walisongo itu? Dari mana mereka berasal? Tidak mungkin to mereka tiba-tiba ada, seolah turun dari langit?
Dalam kitab Kanzul ‘Hum yang ditulis oleh Ibn Bathuthah yang kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.
Jadi, Walisongo sesungguhnya adalah para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 6 angkatan yang masing-masing jumlahnya sekitar sembilan orang. Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina.
Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus – berasal dari kata al Quds (Jerusalem).
Dari para wali itulah kemudian Islam menyebar ke mana-mana hingga seperti yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, sungguh aneh kalau ada dari umat Islam sekarang yang menolak khilafah. Itu sama artinya ia menolak sejarahnya sendiri, padahal nenek moyangnya mengenal Islam tak lain dari para ulama yang diutus oleh para khalifah.
Islam masuk ke Indonesia pada abad 7M (abad 1H), jauh sebelum penjajah datang. Islam terus berkembang dan mempengaruhi situasi politik ketika itu. Berdirilah kesultanan-kesultanan Islam seperti di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak (didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M), Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang; Ternate, Tidore dan Bacan di Maluku (Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440); Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai di Kalimantan.
Adapun kesultanan di Jawa antara lain: kesultanan Demak, Pajang, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Sementara di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi kesultanan Bima. Setelah Islam berkembang dan menjelma menjadi sebuah institusi maka hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik dalam kesultanan-kesultanan tersebut.
PERIODE DAKWAH WALI SONGO
Kita sudah mengetahui bahwa mereka adalah Maulana Malik Ibrahim ahli tata pemerintahan negara dari Turki, Maulana Ishaq dari Samarqand yang dikenal dengan nama Syekh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra dari Mesir, Maulana Muhammad al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Malik Israil dari Turki, Maulana Hasanuddin dari Palestina, Maulana Aliyuddin dari Palestina, dan Syekh Subakir dari Persia. Sebelum ke tanah Jawa, umumnya mereka singgah dulu di Pasai. Adalah Sultan Zainal Abidin Bahiyan Syah penguasa Samudra Pasai antara tahun 1349-1406 M yang mengantar Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke Tanah Jawa.
Pada periode berikutnya, antara tahun 1421-1436 M datang tiga da’i ulama ke Jawa menggantikan da’i yang wafat. Mereka adalah Sayyid Ali Rahmatullah putra Syaikh Ibrahim dari Samarkand (yang dikenal dengan Ibrahim Asmarakandi) dari ibu Putri Raja Campa-Kamboja (Sunan Ampel), Sayyid Ja’far Shadiq dari Palestina (Sunan Kudus), dan Syarif Hidayatullah dari Palestina cucu Raja Siliwangi Pajajaran (Sunan Gunung Jati).
Mulai tahun 1463M makin banyak da’i ulama keturunan Jawa yang menggantikan da’i yang wafat atau pindah tugas. Mereka adalah Raden Paku (Sunan Giri) putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, Raja Blambangan; Raden Said (Sunan Kalijaga) putra Adipati Wilatikta Bupati Tuban; Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang); dan Raden Qasim Dua (Sunan Drajad) putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati, putri Prabu Kertabumi Raja Majapahit.
Banyaknya gelar Raden yang berasal dari kata Rahadian yang berarti Tuanku di kalangan para wali, menunjukkan bahwa dakwah Islam sudah terbina dengan subur di kalangan elit penguasa Kerajaan Majapahit. Sehingga terbentuknya sebuah kesultanan tinggal tunggu waktu.
Hubungan tersebut juga nampak antara Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah. Bernard Lewis menyebutkan bahwa pada tahun 1563M, penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istambul untuk meminta bantuan melawan Portugis sambil meyakinkan bahwa sejumlah raja di kawasan tersebut telah bersedia masuk agama Islam jika kekhalifahan Utsmaniyah mau menolong mereka.
Saat itu kekhalifahan Utsmaniyah sedang disibukkan dengan berbagai masalah yang mendesak, yaitu pengepungan Malta dan Szigetvar di Hungaria, dan kematian Sultan Sulaiman Agung. Setelah tertunda selama dua bulan, mereka akhirnya membentuk sebuah armada yang terdiri dari 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya yang mengangkut persenjataan dan persediaan untuk membantu masyarakat Aceh yang terkepung.
Namun, sebagian besar kapal tersebut tidak pernah tiba di Aceh. Banyak dari kapal-kapal tersebut dialihkan untuk tugas yang lebih mendesak yaitu memulihkan dan memperluas kekuasaan Utsmaniyah di Yaman. Ada satu atau dua kapal yang tiba di Aceh. Kapal-kapal tersebut selain membawa pembuat senjata, penembak, dan teknisi juga membawa senjata dan peralatan perang lainnya, yang langsung digunakan oleh penguasa setempat untuk mengusir Portugis. Peristiwa ini dapat diketahui dalam berbagai arsip dokumen negara Turki.
Hubungan ini nampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatan diantaranya Abdul Qadir dari Kesultanan Banten misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Mekkah saat itu. Demikian pula Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar Sultan dari Syarif Mekah tahun 1051 H (1641 M ) dengan gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. Pada tahun 1638 M, sultan Abdul Kadir Banten berhasil mengirim utusan membawa misi menghadap syarif Zaid di Mekah.
Hasil misi ke Mekah ini sangat sukses, sehingga dapat dikatakan kesultanan Banten sejak awal memang meganggap dirinya sebagai kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul. Sultan Ageng Tirtayasa mendapat gelar sultan dari Syarif mekah.
Hubungan erat ini nampak juga dalam bantuan militer yang diberikan oleh Khilafah Islamiyah. Dalam Bustanus Salatin karangan Nuruddin ar-Raniri disebutkan bahwa kesultanan Aceh telah menerima bantuan militer berupa senjata disertai instruktur yang mengajari cara pemakaiannya dari Khilafah Turki Utsmani (1300-1922).
Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa pada tahun 1563 penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan melawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya pengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh.
Tahun 1652 kesultanan Aceh mengirim utusan ke Khilafah Turki Utsmani untuk meminta bantuan meriam. Khilafah Turki Utsmani mengirim 500 orang pasukan orang Turki beserta sejumlah besar alat tembak (meriam) dan amunisi. Tahun 1567, Sultan Salim II mengirim sebuah armada ke Sumatera, meski armada itu lalu dialihkan ke Yaman. Bahkan Snouck Hourgroye menyatakan, “Di Kota Makkah inilah terletak jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar ke seluruh penduduk Muslimin di Indonesia.” Bahkan pada akhir abad 20, Konsul Turki di Batavia membagi-bagikan al-Quran atas nama Sultan Turki.
Di istambul juga dicetak tafsir al-Quran berbahasa melayu karangan Abdur Rauf Sinkili yang pada halaman depannya tertera “dicetak oleh Sultan Turki, raja seluruh orang Islam”. Sultan Turki juga memberikan beasiswa kepada empat orang anak keturunan Arab di Batavia untuk bersekolah di Turki.
Pada masa itu, yang disebut-sebut Sultan Turki tidak lain adalah Khalifah, pemimpin Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Selain itu, Snouck Hurgrounye sebagaimana dikutip oleh Deliar Noer mengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia, terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok yang jauh di penjuru tanah air, melihat stambol (Istambul, kedudukan Khalifah Usmaniyah) masih senantiasa sebagai kedudukan seorang raja semua orang mukmin yang kekuasaannya mungkin agaknya untuk sementara berkurang oleh adanya kekuasaan orang-orang kafir, tetapi masih dan tetap [dipandang] sebagai raja dari segala raja di dunia. Mereka juga berpikir bahwa “sultan-sultan yang belum beragama mesti tunduk dan memberikan penghormatannya kepada khalifah.” Demikianlah, dapat dikatakan bahwa Islam berkembang di Indonesia dengan adanya hubungan dengan Khilafah Turki Utsmani.
Dengan demikian, keterkaitan Nusantara sebagai bagian dari Khilafah, baik saat Khilafah Abbasiyah Mesir dan Khilafah Utsmaniyah telah nampak jelas pada pengangkatan Meurah Silu menjadi Sultan Malikussaleh di Kesultanan Samudra-Pasai Darussalam oleh Utusan Syarif Mekkah, dan pengangkatan Sultan Abdul Kadir dari Kesultanan Banten dan Sultan Agung dari Kesultanan Mataram oleh Syarif Mekkah.
Dengan mengacu pada format sistem kehilafahan saat itu, Syarif Mekkah adalah Gubernur (wali) pada masa Khilafah Abbasiyah dan Khilafah Utsmaniyah untuk kawasan Hijaz. Jadi, wali yang berkedudukan di Mekkah bukan semata penganugerahan gelar melainkan pengukuhannya sebagai sultan. Sebab, sultan artinya penguasa. Karenanya, penganugerahan gelar sultan oleh wali lebih merupakan pengukuhan sebagai penguasa Islam. Sementara itu, kelihatan Aceh memiliki hubungan langsung dengan pusat khilafah Utsmaniyah di Turki.
KESIMPULAN
Jumlah dai yang diutus ini tidak hanya sembilan (Songo). Bahkan ada 6 angkatan yang dikirimkan, masing-masing jumlanya sekitar sembilan orang. (Versi lain mengatakan 7 bahkan 10 angkatan karena dilanjutkan oleh anak / keturunannya)
Para Wali ini datang dimulai dari Maulana Malik Ibrahim, asli Turki. Beliau ini ahli politik & irigasi, wafat di Gresik.
- Maulana Malik Ibrahim ini menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara.
- Seangkatan dengan beliau ada 2 wali dari Palestina yg berdakwah di Banten; salah satunya Maulana Hasanudin, beliau kakek Sultan Ageng Tirtayasa.
- Juga Sultan Aliyudin, beliau dari Palestina dan tinggal di Banten. Jadi masyarakat Banten punya hubungan darah & ideologi dg Palestina.
- Juga Syaikh Ja'far Shadiq & Syarif Hidayatullah; dikenal disini sebagai Sunan Kudus & Sunan Gunung Jati; mereka berdua dari Palestina.
- Maka jangan heran, Sunan Kudus mendirikan Kota dengan nama Kudus, mengambil nama Al-Quds (Jerusalem) & Masjid al-Aqsha di dalamnya.
(Sumber Muhammad Jazir, seorang budayawan & sejarawan Jawa , Pak Muhammad Jazir ini juga penasehat Sultan Hamengkubuwono X).
Adapun menurut Berita yang tertulis di dalam kitab Kanzul ‘Hum karya Ibnul Bathuthah, yang kemudiah dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al Maghribi.
Sultan Muhammad I itu membentuk tim beranggotakan 9 orang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa dimulai pada tahun 1404. Tim tersebut diketuai oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli mengatur negara dari Turki.
Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 M/808 H. Terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli ruqyah.
Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1436 M, terdiri dari :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina
8. Maulana 'Aliyuddin, asal Palestina
9. Syekh Subakir, asal Persia Iran.
Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
Wali Songo Angkatan ke-4,1473 M, terdiri dari :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
Wali Songo Angkatan ke-5,1478 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
Wali Songo Angkatan ke-6,1479 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Tembayat, asal Pandanarang
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim
Syamsul Arifin, berbagai sumber

Senin, 10 Agustus 2015

Tanda Semakin Dekatnya Ajal Menjemput (1)

SETIAP makhluk yang hidup di muka bumi ini pasti semuanya akan mengalami yang namanya kematian. Kematian ini tidak akan dapat dihindari jika sudah tiba saatnya. Karena waktu itu sudah menjadi kesepakatan kita dengan Allah SWT saat sebelum kita dilahirkan. Ketahuilah saudara, sesuatu yang sangat dekat dengan kita dimana saja dan kapan saja adalah kematian, dan yang sangat jauh dengan kita adalah masa lalu.

Jika ajal itu sudah menjemput, tergantung pada diri kita masing-masing apakah kita sudah siap dengan segalanya, atau malah belum mempersiapkannya sama sekali. Hendaklah kita mempersiapkannya dari sekarang, agar jika telah tiba waktunya, kita dapat meninggalkan dunia ini dengan tenang dan membawa banyak amal kebaikan. Untuk lebih memantapkan persiapan itu, tidak ada salahnya jika kita mengetahui tanda-tanda semakin dekatnya malaikat maut akan mencabut nyawa kita. Berikut ini akan dipaparkan tanda-tanda tersebut, diantaranya:

1. Tanda 100 hari sebelum kematian
Tanda ini merupakan tanda pertama dari Allah SWT kepada hambanya dan hanya akan disadari oleh mereka yang dikehendaki-Nya. Walau bagaimanapun semua orang Islam akan mendapat tanda ini tergantung pada kesadaran mereka masing-masing.
Biasanya tanda ini akan muncul sesudah waktu Ashar. Seluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki akan mengalami getaran atau seakan-akan menggigil. Bagi mereka yang sadar mungkin akan mengetahui tanda kematian ini, setelah sadar, getaran ini akan berhenti dan hilang. Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau mereka terlalu terlena dengan kenikmatan dunia dan melupakan kematian, maka tanda ini akan hilang begitu saja tanpa menjadi peringatan.
Bagi yang menyadarinya, maka inilah kesempatan yang terbaik untuk memanfaatkan waktu yang ada untuk mempersiapkan diri dengan amalan dan urusan yang akan ditinggalkan nanti setelah meninggal.
 
2. Tanda 40 hari sebelum kematian
Tanda ini juga berlangsung setelah waktu Ashar. Bagian pusat tubuh kita akan berdenyut-denyut. Pada saat ini, daun yang bertuliskan nama kita akan gugur dari pohon yang letaknya di atas Arsy Allah SWT. Maka malaikat maut akan mengambil daun tersebut dan mulai mempersiapkan segala sesuatunya atas kita, di antaranya ia akan mulai mengikuti kita kemanapun sepanjang hari.
Akan tiba saatnya malaikat maut ini akan memperlihatkan wajahnya sekilas. Jika ini sudah terjadi, mereka yang terpilih akan merasakan seakan-akan bingung seketika. Adapun malaikat maut ini wujudnya hanya seseorang tapi kemampuannya untuk mencabut nyawa adalah bersamaan dengan jumlah nyawa yang akan dicabut.
 
3. Tanda 7 hari sebelum kematian
Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan penyakit/sakit, di mana orang sakit yang jarang mau makan tiba-tiba saja berselera untuk makan. []
Sumber: Misteri Malam Pertama di Alam Kubur/Jubair Tablig Syahid/Cable Book/Juni 2012
 
4. Tanda 3 hari sebelum kematian
PADA waktu ini akan terasa denyutan di bagian tengah dahi kita. Jika tanda ini bisa dirasakan, maka berpuasalah kita supaya perut kita tidak mengandung banyak najis dan ini akan memudahkan orang yang akan memandikan dan membersihkan kita nanti.
Saat ini, bola mata kita tidak akan bersinar lagi dan bagi orang yang sakit, bagian hidungnya akan perlahan-lahan jatuh, ini dapat dilihat jika kita melihatnya dari samping. Telinganya akan terlihat layu, di bagian ujung-ujungnya akan berangsur-angsur masuk ke dalam. Telapak kakinya yang terjulur akan perlahan-lahan jatuh ke depan dan sukar ditegakkan.
 
5. Tanda 1 hari sebelum kematian
Akan datang setelah waktu Ashar. Kita akan merasakan satu denyutan di bagian belakang, yaitu di bagian ubun-ubun, yang menandakan kita tidak akan sempat menemui waktu Ashar di hari berikutnya.
 
6. Tanda akhir datangnya kematian
Kita akan merasakan suatu keadaan sejuk di bagian pusat dan hanya akan turun ke pinggang dan seterusnya akan naik ke bagian tenggorokan.
Pada waktu ini hendaklah kita terus mengucap kalimat Syahadat dan berdiam diri menantikan kedatangan malaikat maut. Sebaiknya bila sudah merasa tanda yang akhir sekali ini, mengucap dalam diam dan jangan lagi bercakap-cakap.
Itulah tanda-tanda dimana maut akan segera menjemput kita. Wallaahu’alam, kita semua tidak akan ada yang mengetahui secara pasti kapan ajal menjemput kita, namun setidaknya ada sedikit gambaran bagi kita untuk mengetahui waktunya kematian itu. []
Sumber: Misteri Malam Pertama di Alam Kubur/Jubair Tablig Syahid/Cable Book/Juni 2012.